Rohana Kudus,
The
amazing ladies from west sumatra...........!
Rohana
Kudus dengan nama asli, Siti Rohana, lahir pada tanggal 20 Desember 1884 di
Koto Gadang Bukittinggi, Sumatra
Barat.
Rohana
adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan
terutama untuk kaum perempuan. Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara
formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu membawakan Rohana bahan bacaan dari kantor. Keinginan dan
semangat belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai materi yang
diajarkan ayahnya.
Pada
zamannya Rohana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang gigih belajar dan menimba ilmu pengetahuan. Dengan
kecerdasannya,
pada tahun 1892 dalam Umur
yang masih sangat muda, yakni
kira-kira 8 tahun, Rohana sudah bisa menulis dan membaca, mengerti abjad Arab, Latin, Arab -Melayu, dan berbahasa Belanda, dengan itu dia sudah mulai mengajar membaca,
dan berbagai keterampilan, ilmu
dan kepandaian kepada teman-teman sebayanya, dari
satu rumah ke rumah lainnya, sehingga
mereka bisa menjadi perempuan yang kreatif dan mandiri.
Tak puas dengan itu kemudian Rohana belajar menyulam, menjahit, merenda,
dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda pada istri seorang pejabat
Belanda yang bertetanga
dengan rumah ayahnya. Disini
ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita
politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Rohana.
Pada tanggal
11 Februari 1911, dalam usia yang relative
muda, 27 tahun, dengan memanfaatkan
tempat seadanya, dia memberanikan
diri mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan yang diberi nama, “ Sekolah
Kerajinan Amai Setia”. Di sekolah
ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola
keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda.
Pada
tahun yang
sama Rohana Kudus membentuk organisasi
'Kerajinan Amai Setia', dengan menghimpun
para perempuan untuk diberi bekal keterampilan yang merupakan permulaan
industri rumah tangga di Sumatra Barat.
Tahun 1915 organisasi ini dapat pengakuan badan hukum dari pemerintahan
Hindia Belanda, yang sampai
sekarang
pusat keterampilan ini masih eksis
sebagai pusat penjualan hasil kerajinan khas Minang Kabau, yang berlokasi di
Koto Gadang Bukittinggi, Kabupaten Agam Sumatera Barat.
Selain itu, Rohana
juga menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan
dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya. Disamping itu juga
Rohana menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa
yang memang memenuhi syarat ekspor. Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis
industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang
anggotanya semua perempuan yang pertama di Minangkabau.
Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan
kiprah Rohana. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis
puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan
orang yang berpendidikan tinggi, wawasannya juga luas. Kiprah Rohana menjadi
topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar
terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera
Barat.
Berselang
satu tahun kemudian setelah berdirinya“ Sekolah Kerajinan Amai Setia”, yakni pada tanggal 10 Juli 1912, Rohana pun
menerbitkan sebuah surat kabar yang bernama, “Sunting Melayu”, yang
merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur
dan penulisnya adalah perempuan.
Kisah sukses Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia
tak berlangsung lama pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang muridnya yang telah
didiknya hingga pintar menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester
karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi
beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya (Abdul
Kudus), seorang
yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali
persidangan tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia
kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya.
Di usianya yang
matang sebelum dan setelah menikah dengan Abdul Kuddus, Rohana mengalami
berbagai benturan sosial dengan pemuka agama, adat, dan masyarakat. Rohana
dipuji dan dikagumi, tetapi sekaligus difitnah dan dicaci maki, yang
mengakibatkan dengan terpaksa Rohana meninggalkan kampung halamannya, pindah ke Bukittinggi.
Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama
“Rohana School”. Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa
pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali. Rohana
School sangat terkenal muritnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga
dari daerah lain. Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil
karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting
Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana
memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan
menggunakan mesin jahit Singer. Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar
membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya
sendiri. Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen
Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.
Dengan kepandaian dan kepopulerannya Rohana mendapat
tawaran mengajar di sekolah Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya
perempuan tapi ada juga laki-laki. Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran
keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru di sini adalah lulusan sekolah
guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Namun Rohana
tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata
pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik
menulis jurnalistik.
Rohana menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan
belajar dan mengajar, menurutnya, perputaran
zaman tidak akan pernah membuat perempuan menjadi laki-laki dan sebaliknya. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan
dan kewajibanya, untuk itu perempuan
harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang baik, sehat
jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang
kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan. Prinsip dan ketegasan Rohana tersebut pada akhirnya mampu mengubah
paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk kaum
perempuan pada waktu itu, yang semula menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah.
Perjuanganya tidak berhenti di situ saja, dia
pun aktif dalam Partai Pergerakan Bawah Tanah yang menentang kolonial Belanda. Saat Belanda
meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi secara membabi buta, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik
dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda. Rohana pun
mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para
gerilyawan. Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari
Koto Gadang ke
Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara
menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan Kereta Api.
Rohana Kudus
juga pernah mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan
Bergerak di Lubuk Pakan,Medan, Sumatra Utara. Di Padang, ia menjadi
redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu dan surat
kabar Cahaya Sumatera.
Demikianlah Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya
dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis
dan bahkan politik. Bahwa selama
puluhan tahun mengabdikan dirinya kepada masyarakat, bangsa dan negara, serta
menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya. Rohana Kudus berjuang
untuk kaumnya, menulis berbagai hal demi meningkatkan harkat dan martabat
bangsa, tentang perempuan, seperti persoalan rumah tangga, agama, politik,
sosial, dan lain sebagainya. Demi memajukan kaum perempuan, agar tercapainya
kesejahteraan dan kemaslahatan bagi kaum perempuan.
Melalui
tulisannya, Rohana Kudus berusaha membuka mata perempuan, memberikan pemehaman
dan pengajaran. Karya-karya jurnalistik Rohana, tersebar pada beberapa surat
kabar di Sumatera Barat, dan beberapa pulau di Indonesia. Di antaranya, Sunting
Melayu, Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Radio, dan Suara Koto Gadang.
Rohana juga pemah menulis pada beberapa surat kabar yang terbit di Pulau Jawa,
seperti Mojopahit, Guntur Bergerak, Fajar Asia.
Rohana
Kudus mengungkapkan dan memuat fakta-fakta yang tampak pada masyarakat,
mengungkapkan kekhawatirannya serta memberikan solusinya, memanfaatkan
kepandaian serta fasilitas yang ada, sehingga kerajinan yang dihasilkan
sekaligus membantu perekonomian masyarakat. Rohana menghimbau kaum perempuan
untuk ikut berpartisipasi melawan penjajah, sebagai wujud cinta tanah air. Hal
ini tergambar dari karya-karya jurnalistiknya, salah satu diantaranya melalui
syairnya yang terbit di surat kabar Sunting Melayu, tanggal 23 Mei 1913, yang
berjudul,: “Setia
Gerakan Perempuan Zaman ini”
Kalau dicermati begitu banyak kiprah yang telah
diusung Rohana selama
hidupnya, karena itu ;
-
Pada Hari
Pers Nasional ke-3 tahun 1874, ia dianugerahi penghargaan
sebagai Wartawati Pertama Indonesia;
-
Pada bulkan
Februari tahun 1987, Mentri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia.
-
Dan pada tahun 2008 pemerintah Indonesia
menganugerahkan Bintang Jasa Utama.
Rohana
Kudus ternyata
adalah perempuan multidimensi, kecerdasan,
keberanian dan kegigihannya berjuang sangat luar biasa, sehingga pantas kiranya
beliau kita sebut,” The amazing ladies from
West
Sumatra”. Betapa tidak,
pada masa itu dan mungkin juga untuk era sekarang ini. Dia mampu berkiprah
ditengah-tengah pergolahkan bangsa, mampu banyak berbuat tanpa pendidikan
formal. Rohana Kudus berperan menjadi guru, journalist, sekaligus berjuang melawan penjajah.
Dan tahukah
anda, selain yang terurai di atas, siapakah sebenarnya Rohana Kudus, yang
kusebut sebagai, “ The amazing ladies from
west sumatra
“, itu ? Ternyata dia adalah kakak dari seorang
pedana menteri pertama RI, Sutan Syahrir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar