Di Atas Tanah Ulayat Nagari Di Sumatra Barat Bertentangan Dengan Undang Undang Kehutanan Itu Sendiri..!
Berdasarkan Hukum Adat Minangkabau, Tanah Ulayat
Nagari adalah : Semua tanah yang berada
dalam wilayah suatu nagari sejauh yang dapat ditempuh manusiaTanah
Ulayat Nagari adalah tanah dinagari tersebut sejauh yang bisa ditempuh manusia,
sedangkan Tanah Ulayat
Nagari yang digarap (ditaruko) oleh penduduk asli Nagari tersebut akan berobah
statusnya menjadi TANAH ulayat Kaum/Suku yang menaruko tersebut, sedangkan
penduduk yang berasal dari luar Nagari tersebut dapat menggarap/menaruko Tanah
Ulayat Nagari tersebut dengan seiizin Penghulu/Pemuka Adat (Kerapatan Adat
Nagari), namun tidak dapat menjadikan tanah garapan tersebut jadi hak miliknya,
seperti halnya orang Nagari tersebut.
Berdasarkan Paal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA/
UU No. 5 Tahun 1960) : Peraturan Agraria Nasional mengenai tanah berlaku Hukum
Adat setempat.
Artinya, di Sumatra Barat mengenai hukum tanah berlaku Hukum Adat Minangkabau Dan Hukum Adat Mentawai(Masyarakat Sumatara Barat terdiri dari suku Minang dan suku Mentawai).
Artinya, di Sumatra Barat mengenai hukum tanah berlaku Hukum Adat Minangkabau Dan Hukum Adat Mentawai(Masyarakat Sumatara Barat terdiri dari suku Minang dan suku Mentawai).
Bahwa Undang-Undang Agraria ini telah dijadikan salah satu dasar hukum dalam Konsideran
Undang Undang Kehutanan Republik Indonesia.
Selanjutnya tentang Hutan Lindung di atur di dalam UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR
41
TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN, yang diperbaiki dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN MENJADI UNDANG UNDANG, yang bersarkan Pasal 1 (angka 4, 5, 6 dan 8) dan 4 (3) dapat disimpulkan :
TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN, yang diperbaiki dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN MENJADI UNDANG UNDANG, yang bersarkan Pasal 1 (angka 4, 5, 6 dan 8) dan 4 (3) dapat disimpulkan :
Bahwa dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan hutan
negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (hutan hak), sedangkan hutan
adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat dan bahwa Penguasaan hutan oleh
Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang
kenyataannya
masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Sedangkan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Artinya adalah bahwa Negara dapat menetapkan suatu
kawasan hutan sebagai hutan lindung sepanjang ternyata kawasan hutan tersebut
tidak termasuk kawasan hutan yang telah merupakan hutan hak dan atau hutan
adat, yakni
hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Logika hukumnya adalah, Negara tidak dapat menetapkan
suatu kawasan hutan sebagai hutan lindung apabila dikawasan tersebut terdapat
hutan hak adat dan atau kawasan hutan yang berada dalam
wilayah masyarakat hukum adat,
seperti halnya Tanah Ulayat Nagari di Sumatra Barat.
Namun dalam praktek ternyata kita temukan penetapan
Hutan Lindung dalam wilayah masyarakat hukum adat, sebagaimana yang terjadi
dalam penetapan Hutan Lindung di Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung, Kecamatan
Bungus- Teluk Kabung, Padang, Sumatra Barat, bahkan faktanya dalam kawasan
hutan lindung tersebut selain terdapat tanah yang telah bersertipikat hak milik,
juga banyak tanah yang sudah dikuasai masyarakat secara turun temurun dalam
bentuk tanah peladangan.
Bahwa apabila kita hubungkan dengan ketentuan hukum
adat tentang Tanah ulayat Nagari, jelas penetapan hutan lindung di Tanah Ulayat
nagari Teluk Kabung tersebut, nyata-nyata bertentangan dengan undang-undang
kehutanan itu sendiri, sebb kawasan tersebut disamping sebagian telah merupakan
milik masyarakat, baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum, faktanya
kawasan tersebut merupakan hutan tempat lalu lintas penduduk dari Taluk sirih
ke Teluk Kabung dank e kota Padang.
Demikian dalam proyek PLN Taluk sirih Teluk Kabung,
akibat penetapan hutan lindung yang secara tidak sesuai dengan undang-undang,
yang bahkan sebelumnya tidak ada pemberitahuan kepada KAN Teluk Kabung,
pemerintah meng-klaim Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung yang disilih-jarihkan
masyarakat kepada PLN, telah berbuntut di tuntutnya Ketua KAN Teluk Kabung ke
meja hijau di Pengadilan negeri Padang yang sekarang prosesnya masih
berlangsung.
Dan anehnya lagi, tuduhan yang di sangkakan Jaksa
penuntut umum adalah Korupsi, pada hal Ketua KAN melakukan silih-jarih tersebut untuk dan atas
nama serta berdasarkan kesepakatan masyarakat Nagari Teluk Kabung, guna
menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat nagari Teluk Kabung. Dan bahwa
hasil silih jarih tanah tersebut berada dalam kas KAN Teluk Kabung secara utuh,
dalam bentuk tabungan yang ditana tangani oleh 3 orang pemuka adat, termasuk
Ketua KAN sendiri. DALAM HAL INI JUGA TANPAK JANGGAL YANG DITUNTUT PIDANA
KORUPSI HANYA KETUA KAN, PADA HAL UANG SILIH JARIH ITU UTUH BERADA DALAM
REKENING KAN YANG DITANDA-TANGANI 3 ORANG PEMUKA ADAT TELUK KABUNG. Aneh, kan
?Dan lebih janggal lagi yang dikorupsi yang mana ? uang silih jarih itukah ?
Toh utuh adanya ?
Bahwa kasus tersebut masih bergulir, tanpa adanya
pembelaan dari lembaga adat di Sumatra Barat. Tragis ya ?
PERTANYAANNYA
; apakah negara/pemerintah ketika menetapkan suatu areal/wilayah tanah sebagai
hutan lindung mendapat izin dari penghulu
adat/ KAN ....? Ternyata
terungkap fakta dipersidangan bahwa pemuka adat, KAN, dan bahkan pihak BPN
Sumatra barat dan Kantor Pertanahan Padang tidak tahu menahu sama sekali dengan
penetapan hutan lindung di Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung tersebut.
Inilah masalah pertanahan yang perlu direpormasi, bahwa penetapan hutan lindung
tanpa izin penghulu adat/KAN, tak lain dan tak bukan ; penjarahan tanah adat
oleh negara/pemerintah...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar