Jumat, 31 Mei 2013

Penetapan Hutan Lindung 
Di Atas Tanah Ulayat Nagari Di Sumatra Barat Bertentangan Dengan Undang Undang  Kehutanan Itu Sendiri..!

Berdasarkan Hukum Adat Minangkabau, Tanah Ulayat Nagari  adalah : Semua tanah yang berada dalam wilayah suatu nagari sejauh yang dapat ditempuh manusiaTanah Ulayat Nagari adalah tanah dinagari tersebut sejauh yang bisa ditempuh manusia, sedangkan Tanah Ulayat Nagari yang digarap (ditaruko) oleh penduduk asli Nagari tersebut akan berobah statusnya menjadi TANAH ulayat Kaum/Suku yang menaruko tersebut, sedangkan penduduk yang berasal dari luar Nagari tersebut dapat menggarap/menaruko Tanah Ulayat Nagari tersebut dengan seiizin Penghulu/Pemuka Adat (Kerapatan Adat Nagari), namun tidak dapat menjadikan tanah garapan tersebut jadi hak miliknya, seperti halnya orang Nagari tersebut.
Berdasarkan Paal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA/ UU No. 5 Tahun 1960) : Peraturan Agraria Nasional mengenai tanah berlaku Hukum Adat setempat. 
Artinya, di Sumatra Barat mengenai hukum tanah berlaku Hukum Adat Minangkabau Dan Hukum Adat Mentawai(Masyarakat Sumatara Barat terdiri dari suku Minang dan suku Mentawai).
Bahwa Undang-Undang Agraria ini telah dijadikan  salah satu dasar hukum dalam Konsideran Undang Undang Kehutanan Republik Indonesia.
Selanjutnya tentang Hutan Lindung di atur di dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41
TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN, yang diperbaiki dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN MENJADI UNDANG UNDANG, yang bersarkan Pasal 1 (angka 4, 5, 6 dan 8)  dan 4 (3) dapat disimpulkan :
Bahwa dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (hutan hak), sedangkan hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat dan bahwa Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Sedangkan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Artinya adalah bahwa Negara dapat menetapkan suatu kawasan hutan sebagai hutan lindung sepanjang ternyata kawasan hutan tersebut tidak termasuk kawasan hutan yang telah merupakan hutan hak dan atau hutan adat, yakni hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Logika hukumnya adalah, Negara tidak dapat menetapkan suatu kawasan hutan sebagai hutan lindung apabila dikawasan tersebut terdapat hutan hak adat dan atau kawasan hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, seperti halnya Tanah Ulayat Nagari di Sumatra Barat.

Namun dalam praktek ternyata kita temukan penetapan Hutan Lindung dalam wilayah masyarakat hukum adat, sebagaimana yang terjadi dalam penetapan Hutan Lindung di Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung, Kecamatan Bungus- Teluk Kabung, Padang, Sumatra Barat, bahkan faktanya dalam kawasan hutan lindung tersebut selain terdapat tanah yang telah bersertipikat hak milik, juga banyak tanah yang sudah dikuasai masyarakat secara turun temurun dalam bentuk tanah peladangan.

Bahwa apabila kita hubungkan dengan ketentuan hukum adat tentang Tanah ulayat Nagari, jelas penetapan hutan lindung di Tanah Ulayat nagari Teluk Kabung tersebut, nyata-nyata bertentangan dengan undang-undang kehutanan itu sendiri, sebb kawasan tersebut disamping sebagian telah merupakan milik masyarakat, baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum, faktanya kawasan tersebut merupakan hutan tempat lalu lintas penduduk dari Taluk sirih ke Teluk Kabung dank e kota Padang.

Demikian dalam proyek PLN Taluk sirih Teluk Kabung, akibat penetapan hutan lindung yang secara tidak sesuai dengan undang-undang, yang bahkan sebelumnya tidak ada pemberitahuan kepada KAN Teluk Kabung, pemerintah meng-klaim Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung yang disilih-jarihkan masyarakat kepada PLN, telah berbuntut di tuntutnya Ketua KAN Teluk Kabung ke meja hijau di Pengadilan negeri Padang yang sekarang prosesnya masih berlangsung.

Dan anehnya lagi, tuduhan yang di sangkakan Jaksa penuntut umum adalah Korupsi, pada hal Ketua KAN  melakukan silih-jarih tersebut untuk dan atas nama serta berdasarkan kesepakatan masyarakat Nagari Teluk Kabung, guna menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat nagari Teluk Kabung. Dan bahwa hasil silih jarih tanah tersebut berada dalam kas KAN Teluk Kabung secara utuh, dalam bentuk tabungan yang ditana tangani oleh 3 orang pemuka adat, termasuk Ketua KAN sendiri. DALAM HAL INI JUGA TANPAK JANGGAL YANG DITUNTUT PIDANA KORUPSI HANYA KETUA KAN, PADA HAL UANG SILIH JARIH ITU UTUH BERADA DALAM REKENING KAN YANG DITANDA-TANGANI 3 ORANG PEMUKA ADAT TELUK KABUNG. Aneh, kan ?Dan lebih janggal lagi yang dikorupsi yang mana ? uang silih jarih itukah ? Toh utuh adanya ?
Bahwa kasus tersebut masih bergulir, tanpa adanya pembelaan dari lembaga adat di Sumatra Barat. Tragis ya ?
PERTANYAANNYA ; apakah negara/pemerintah ketika menetapkan suatu areal/wilayah tanah sebagai hutan lindung mendapat izin dari penghulu adat/ KAN ....? Ternyata terungkap fakta dipersidangan bahwa pemuka adat, KAN, dan bahkan pihak BPN Sumatra barat dan Kantor Pertanahan Padang tidak tahu menahu sama sekali dengan penetapan hutan lindung di Tanah Ulayat Nagari Teluk Kabung tersebut. Inilah masalah pertanahan yang perlu direpormasi, bahwa penetapan hutan lindung tanpa izin penghulu adat/KAN, tak lain dan tak bukan ; penjarahan tanah adat oleh negara/pemerintah...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pengikut

Wikipedia

Hasil penelusuran